Minggu, 27 Juli 2014

Belajar Sejarah Batak

Pada bulan Mei 2014 aku berkesempatan mengunjungi Danau toba dan pulau Samosir, beruntung sekali rasanya bisa kedaerah yang penduduk aslinya bersuku Batak dan aku juga asli bersuku Batak.
Walaupun kedua orang tuaku lahir dan besar di daerah Toba namun aku baru sekali ini menginjakkan kaki di Danau toba dan Samosir karena aku lahir dan dibesarkan di Provinsi Riau, namun aku bisa berbicara dalam bahasa batak Toba.
Selama berkunjung disekitar danau toba, aku mengambil beberapa gambar namun mungkin hasilnya kurang bagus karena aku masih amatir dalam hal fotografi.
Aku mencoba mempelajari filosofi orang batak dan juga rumah adat batak atau ruma bolon, penjelasan mengenai rumah adat batak aku copy dari situs
Posisi ruma bolon menunjukan tentang kepercayaan suku ini yaitu banua ginjang (dunia atas), banua tonga (dunia tengah/bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus)
Rumah adat Batak terdiri atas 2 bangunan utama yaitu ruma (tempat tinggal) dan sopo (lumbung padi). Letak keduanya saling berhadapan dipisahkan pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya.
Rumah adat ini berbentuk empat persegi panjang dengan denah dalamnya merupakan ruangan terbuka tanpa kamar atau pun sekat pemisah. Dahulu, sebuah rumah adat Batak berukuran besar (rumah bolon) dihuni 2 hingga 6 keluarga.

Rumah adat ini yang atapnya berbentuk segitiga dan bertingkat tiga. Amati bagaimana di setiap puncak dan segitiganya terdapat kepala kerbau yang melambangkan kesejahteraan bagi penghuni rumahnya. Ciri utama bagian atap yang berbentuk segitiga tersebut berbahan anyaman bambu (lambe-lambe). Biasanya lambe-lambe menjadi personifikasi sifat pemilik rumah tersebut yang ditandai dengan warna merah, putih dan hitam.

Perhatikan juga lekukan ketelitian dari ukiran tradisional di dinding rumah adat ini. Bagian luar dan depan rumah memuat ukiran yang dicat tiga warna yaitu merah-hitam-putih. Ukiran tersebut nyatanya penuh makna simbolik yang menampilkan pandangan kosmologis dan filosofis budaya Batak. Di sebelah kiri dan kanan tiang rumah ada ukiran yang menggambarkan payudara sebagai lambang kesuburan (odap-odap). Ada juga ukiran cicak sebagai lambang penjaga dan pelindung rumah (boraspati).


Aku dan rombongan juga sempat ikut menari tor-tor bersama patung sigale-gale, patung sigale-gale menurut sejarah adalah patung yang pada awalnya dibuat menyerupai anak raja yang meninggal karena sakit. Sang raja yang sedih memerintahkan agar dibuatkan patung yang mirip dengan anaknya.Pada zaman dahulu apabila raja rindu anaknya maka akan diadakan ritual agar patung tersebut dimasuki roh dan bisa menari-nari bersama raja. Saat ini patung sigale-gale bisa menari karena digerakkan menggunakan tali dan bukan karena adanya roh yang merasukinya.
Selain menari bersama patung sigale-gale aku juga mengunjungi batu gantung yang menurut legenda batu tersebut adalah anak gadis bernama Seruni dan anjing kesayangannya bernama Toki. Seruni ingin bunuh diri karena dijodohkan orang tuanya dengan lelaki yang masih sepupunya, sementara itu Seruni telah mempunyai kekasih yang dicintainya.Konon katanya Seruni terperosok kedalam lubang besar dan gelap yang kemudian saat orang tuanya ingin menyelamatkannya terjadi gemuruh dan batu tersebut menghimpitnya, Seruni dan anjingnya menjadi batu yang tergantung tersebut.



Aku juga mengunjungi Istana maimun yang sangat terkenal, namun tidak terlalu lama berkeliling disana karena harus segera menuju Bandara Kuala Namu.




Bolu meranti, Bika ambon, roti kacang, roti ganda siantar, ikan asin dari danau toba menjadi oleh-oleh buat keluarga dirumah.

Senang rasanya bisa mengunjungi Danau Toba karena membuatku lebih mengenal suku batak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar